Sejak pertemuan itu, aku dan Devan  mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab satu sama lain, saling mengerti dan menjalani hari-hari penuh makna. Pesahabatan dengan jarak yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini.

Tak lama kemudian, aku harus pergi meninggalkannya. Sesungguhnya hatiku sangat berat untuk ini, tapi apa boleh buat. Pertemuan terakhirku berlangsung sangat haru, tatapan penuh canda itu mulai sirna dibalut dengan duka mendalam.
            “Van maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah ku lakukan, ya.” Kataku saat ia berdiri pas di depanku.

            “kamu gak pernah salah Citra, semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup.”

            “pleace, tolong jangan lupain aku, Van”

            “ok, kamu nggak usah khawatir.” Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok makhluk manis itu.

            Ku lihat dari dalam tempatku duduk terasa pedih sangat kehilangan. Jika nanti kami dipertemukan kembali ingin ku curahkan semua rasa rinduku padanya. Itu janji yang akan selalu ku ingat. Suara manis terakhir yang memberi aku harapan.
            Awalnya persahabatan kami berjalan dengan lancar, walau kami telah berjauh tempat tinggal. Pada suatu ketika, ibu bertanya tentang sahabat baruku itu.

            “siapa gerangan makhluk yang membuatmu begitu bahagia, Citra?” tanya ibu saat aku sedang asyik chatingan dengan Devan.

            “ini, ma. Namanya Devan. Kami berkenalan saat liburan panjang kemarin.”

“seganteng apa sich sampai buat anak mama jadi kayak gini?”

            “gak tahu juga sih ma, pastinya keren banget deh, tapi nggak papah kan, Ma aku berteman sama dia.?”

            “Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?”

            “kami berbeda agama, Ma”

            “hah??,” sesaat mama terkejut mendengar cerita ku. Tapi beliau mencoba menutupi rasa resahnya. Aku tahu betul apa yang ada di fikiran mama, pasti dia sangat tidak menyetujui jalinan ini. Tapi aku mencoba memberi alasan yang jelas terhadapnya.
            Sehari setelah percakapan itu, tak ku temui lagi kabar dari Devan, aku sempat berfikir apa dia tahu masalah ini,,? Ku coba awali perbincangan lewat SMS..

            “sudah lama ya nggak bertemu? Gimana kabarnya nech,,? “

            Pesan itu tertuju kepadanya, aku masih ingat banget saat laporan penerimaan itu. Berjam-jam ku tunggu balasan darinya. Tapi tak ku lihat Hp ku berdering hingga aku tertidur di buatnya. Tak kusangka dia tak membalas SMS ku lagi.

            Tak kusangka ternyata mama selalu melihat penampilan ku yang semakin hari semakin layu.

            “citra, maafkan mama ya, tapi ini perlu kamu ketahui. Jauhi anak itu, tak usah kamu ladeni lagi.” Suara mama sungguh mengagetkan ku saat itu. Ku coba tangkap maknanya. Tapi sungguh pahit ku rasa.

            “apa maksud mama?”

            “kamu boleh kok berteman dengan dia, tapi kamu harus ingat pesan mama. Jaga jarak ya, jangan terlalu dekat. Mama takut kamu akan kecewa.”

            “mama ngomong paan sih,? Aku semakin gak mengerti.”

            “suatu saat kamu pasti bisa mengerti ucapan mama” mamapun pergi meninggalkan ku sendiri.. Aku coba berfikir tenteng ucapan itu. Saat ku tahu jiwa ini langsung kaget di buatnya.. tak terasa tangispun semakin menjadi-jadi dan mengalir deras di kedua pipiku. Mama benar kami berbeda agama dan nggak selayaknya bersatu kayak gini. tapi aku semakin ingat kenangan saat kita masih bersama.

            Satu tahun telaj berlalu, bayangan tentangnya masih teikat jelas di haitku. Aku belum bisa melupakannya. Mungkin suatu saat nanti dia kan sadar betapa berharganya aku nutuknya.

            Satu harapan dari hatiku yang paling dalam adalah bertemu dengannya dan memohon alasannya mengapa ia pergi dari hidupku secepat itu tanpa memberi tahu kesalahanku hingga membuat aku terluka.

            Pernah aku menyesali pertemuan itu. Tapi aku menyadari betapa berartinya ia di hidupku. Canda tawa yang tinggal sejarah itu masih terlihat jelas di benakku dan akan selalu ku kenang menjadi bumbu dalam kisah hidupku.

            Devan, kau adalah sahabat yang paling ku banggakan. Aku menunggu cerita-ceritamu lagi. Sampai kapanpun aku akan setia menunggu. Hingga kau kembali lagi menjalani kisah-kisah kita berdua.



 
Angin sore menerpa wajahku yang sedang asyik-asyiknya melamunkan hal yang ga tau kenapa bisa aku lamunin. Hal ini tuh udah bikin aku galau belakangan ini. Ya, apa lagi kalau bukan jatuh cinta. Jatuh cinta udah ngebuat aku kaya orang bego. 

Tiap kali aku makan, wajah dia tuh selalu muncul, ngebayang-bayangin tiap langkah aku ke sekolah, dia tuh bagaikan bintang untukku, slalu nemenin tokoh 'aku' dalam mimpi aku. Sebenernya sih dia tuh temen chattingan facebook aku, dia tuh slalu ada kalau aku lagi sedih, ada masalah, juga kalau aku seneng, dia slalu ada buat jadi tempat berbagi kesenangan.  

"Braakkkk!" suara itu kedengaran amat menyeramkan, dan setelah kusadari, ternyata aku terjatuh dari ayunan yang sedang kunaiki. Ya ampun, aku ngelamunin dia lagi... Apa yang terjadi sama aku? Masa aku baru aja ngelakuin hal bego kaya gitu? Hal yang mungkin ngebuat orang lain ngakak di atas penderitaanku. 

"Awww.... Sakit banget kaki aku..." sebenarnya aku tau di taman ini ga ada orang lain selain aku, tapi kok aku ngerasa ada suara ketawa yang kejam? Hiiyyy, jangan-jangan....... 

"Huaaaa", aku berteriak kencang saking kagetnya. Baru kali ini aku denger suara hantu, ternyata suaranya tuh kaya manusia banget yah.  

"Ya ampunnn, ini Kayla? Ahaha, aku ngga nyangka banget bisa ketemu kamu di sini, Kay", kata suara itu. Haaaaa..... Salah apa aku bisa ketemu hantu di sore hari yang indah ini, ternyata hantu itu serba tau yaaa, masa dia juga tau nama aku, terus ya iya dia seneng bisa ketemu manusia bernama Kayla ini di taman terus nakut-nakutin dia, sementara aku...? 

'Tuhan tolongin aku Tuhan, bawa aku ke tempat yang aman, ke atas pohon boleh deh, asal aku ga usah ngeliat ni hantu gitu, ngga usah tatap muka sama diaaa.... Aku takut hantu....', doaku dalam hati. Tapi kayanya itu cuma jadi mimpi soalnya aku masih di bawah pohon, di deket ayunan kuning ini.... Suara langkah kaki itu semakin deket lagi... 

"aaaaaaa, jangan bunuh aku, mas hantu, aku masih belom punya pacar, masih banyak dosa sama mama sama papa... Pleaseee dong mas hantu, biarin aku hiduppp", teriakku sejadi-jadinya.  "Hahahahaha Kaylaa-Kaylaa... Kamu tuh yaa ngga di dunia asli, ngga di chat, sama aja: PENAKUT! Hahaha, ini aku, Mike..." kata suara itu... 'Mike siapa' kataku dalam hati.... 'Mike??? Hah, cowo itu? yang sedari tadi aku pikirin? Cowo yang ngebuat aku jatuh memalukan dari ayunan? hahaha, ngga mungkin ah', kataku sembari membalikkan tubuhku ke arah suara itu berasal. Hwaaa, wajah itu membuat hatiku bergetar hebat. 

Ternyata itu beneran Mike ya Tuhan!  Seketika lidahku tak bisa berkata-kata, 'kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku', gitu kalo kata sm*sh! aduh apa apan aku ini, di saat seperti ini aku masih bisa mikirin boyband asal Bandung favoritku itu... kembali lagi dong ke dunia nyata. "Hah, kamu beneran Mike?" kataku, memandang wajah dia yang berdiri di sebelahku sambil mengulurkan tangan, membantuku berdiri. 

"Ya iyalah emang kamu mikir aku ini hantu yang tau nama kamu? Hahaha", kata Mike seolah dapat membaca pikiranku. "Hehehe, ya kirain sih", kataku, menyambut uluan tangannya.  Baru kali ini aku melihat wajah aslinya, ternyata lebih cakep dari fotonya, ngebuat hati aku cenat cenut. 

Kami mengobrol banyak di taman sambil menikmati matahari yang dengan malu-malu ke tempat asalnya. Senja itu, aku benar-benar ngerasain apa yang namanya indahnya jatuh cinta. Setelah mengobrol begitu lamanya, kami berpamitan, oiyah sekarang aku tau, dia pindah ke blok sebelah rumah aku. Aku jadi tetanggaan sama dia, senangnya :D. Kami lalu pergi ke rumah Mike untuk Mike kenalkan sama keluarganya yang sering dia ceritakan di chat ym ke aku.    

Mike pindah dari Jakarta ke Bandung, katanya sih papanya tugas kerja di Bandung. Dia tinggal sama keluarganya, yang barusan dia kenalin ke aku, Oom Anwar, Tante Rosa, dan adik perempuannya yang cantik, Mary. Mike sekolah di sekolah yang beda sama aku. Hari-hari berikutnya kujalani dengan senyuman yang menghiasi wajaku, menganggap bahwa semua hal buruk di dunia ini takkan berarti apa-apa bagiku, asal aku bisa liat wajah dia, wajah Mike setiap hari... 

Sekarang Mike sudah menjadi sahabatku yang selalu ada di sampingku tiap aku ada masalah, dia selalu ngehibur aku.Semuanya jadi indah, sampai pada suatu hari, dia cerita ke aku tentang seorang cewe yang udah ngebuat hati aku sedih. Mike suka sama cewe itu, dan akhirnya setelah 3 bulan PDKT atau pendekatan, mereka jadian.  

Aku ngga kuat kalo harus terus begini, aku harus ngomong sama Mike tentang perasaanku sebenarnya, sebelum aku dibuat gila sama perasaan cinta sama sahabat sendiri. Bahkan, sebelum kami sahabatan, cuma sebagai temen di dunia lain selain dunia nyata, yaitu dunia maya, yang ga pernah tatap muka sebelumnya, aku udah suka sama dia... Ya, kalo perasaan ini terus-menerus dipupuk kaya gini, apalagi dengan sikap baik bangetnya itu, sikap perhatian itu, aku ngga mungkin ngga cinta sama dia... Rasa cinta ini terus menerus tumbuh, semakin besar dan semakin besar. Kalau aku ngga ngomong, bukannya aku seneng, tapi malah tersiksa sama perasaan ini.  Sampai pada suatu sore yang cerah, saat kami sedang ngobrol di taman kompleks sambil menatap awan yang terus menerus bergerak, aku menceritakan semua tentang isi hatiku, apa yang aku rasakan sama dia, dari kapan perasaan itu muncul, dan berbagai macam kalimat lain yang gatau kenapa langsung meluncur dari lidahku. Aku juga heran kenapa dia ngga kaget sama apa yang aku katakan. 

Dia tetap tersenyum manis sambil mendengarkan aku bicara tentang perasaan terlarang ini. Setelah selesai semua beban di hatiku ini. "Mike, kok kamu malah senyum-senyum sih? Emang sih ceritaku tuh novel banget, tapi harus kamu tau, ini tuh kejadian sebenernya!", kataku. 

"Ngga kok, Kay, aku seneng kamu mau jujur sama aku, aku seneng kamu mau jadi the one yang mau tulus cinta sama aku... Ehm, sebenernya aku malu banget ngomong ini sebenernya. Aku juga suka sama kamu, Kay. Dari kita ketemu di chat ym, aku juga udah suka sama kamu, aku berusaha supaya jadi yang terbaik buat kamu. Tapi aku udah putus harapan, soalnya kamu tuh ngga ngasih respon ke aku", jelas Mike. 

"Hah? Kalau kamu juga suka sama aku, kenapa kamu jadian sama Lila? Kenapa kamu malah ngebuat hati aku tambah sakit, Mike setelah aku tau kejadian yang sebenarnya."  

"Sebenernya, Lila yang aku ceritain ke kamu itu, dia adik aku, aku cuma mau tau, apa kamu cemburu sama Lila atau ngga. Ternyata kamu cemburu yah, hehehe", canda Mike, tapi aku kira ini janggal dan ngga lucu! "Mike, bukannya adik kamu namanya Mary? Kok kamu ganti jadi Lila sih?", tanyaku penasaran.

"Yah, namanya kan Delila Mary Wijaya, nama belakangnya sama kaya aku: Michael Stefan Wijaya. Hehehe, maaf banget kalau aku udah bohongin kamu, Kayla." 

Mike membuat aku yang tadinya kesal bercampur senang merasa sedikit tenang.  

"Jadi?" kata Mike. "Jadi, apa aku boleh jadi cowo yang bisa ngelindungin kamu, Kay?", sederhana, tapi udah buat aku melambung tinggi, bagai terbang di atas awan. 

           

"Aku mau, Mike jadi cewe yang bisa ngertiin kamu", jawabku sambil tersenyum. Kami baru saja jadian dan aku sangat senang akan hal itu. Menikmati senja di dekat ayunan tempatku pertama bertemu dengan Mike, dengan suasana yang sama: langit senja berwarna merah keunguan membuat hatiku tentram. Ternyata, sahabat juga bisa jadi cinta.

 
Pada zaman dahulu, belum ada siang atau malam di bumi. Matahari dan Bulan tidak muncul secara teratur. Mereka sama-sama merasa lebih baik dari yang lain. Bulan dan Matahari saling berebut untuk muncul di langit bumi. Pertengkaran antara Matahari dan Bulan acap kali terjadi.

“Bulan, sebaiknya kamu pergi saja, karena aku lebih baik darimu. Lihat, bumi menjadi terang dan manusia bisa melakukan kegiatannya.” kata Matahari kepada Bulan.

“Bukankah kamu yang sebaiknya pergi. Kalau aku muncul, manusia bisa beristirahat dan tidak kepanasan.” bantah Bulan.

“Hei Bulan, coba kamu pikir, kalau tidak ada aku, manusia akan tiduuuur terus, tidak bisa bekerja karena gelap. Kalau manusia tidak bisa bekerja, bagaimana mereka mencari makan?” Matahari semakin marah.

“Matahari, sudahlah. Kamu tidak bisa menyangkal kalau aku lebih indah darimu.  Aku bisa muncul dengan berbagai bentuk, kadang bulat penuh, berbentuk sabit, atau setengah lingkaran. Lagipula kalau aku muncul, teman-temanku si Bintang selalu mau menampilkan wajah cantiknya kepada manusia. Lihat saja bentukmu, monoton, hanya berbentuk lingkaran saja.” Bulan berusaha meyakinkan Matahari.

“Apa indahnya kalau bumi tetap gelap. Bagaimanapun juga akulah yang lebih dibutuhkan manusia, bukan kamu!Karena sinarku tumbuh-tumbuhan bisa hidup, sehingga manusia bisa makan buah-buahan dan sayur-sayuran.” kata Matahari.

“Tetap saja bumi akan terlalu panas kalau kau muncul. Manusia tidak bisa tidur dengan nyaman. Apa untungnya terus bekeja tanpa istirahat, bisa-bisa seluruh manusia akan mati.” Bulan tidak mau kalah.

Begitulah setiap saat, Matahari dan Bulan selalu bertengkar. Karena mereka saling berebut muncul, bumi berubah-ubah dengan cepat. Kadang-kadang terang, tetapi sesaat kemudian menjadi gelap.  Manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tidak bisa hidup dengan tenang. Manusia menderita karena tidak bisa bekerja dan beristirahat dengan nyaman.

Manusia merasa sedih sekali. Karena terus menderita, manusia berdoa kepada Tuhan agar Bulan dan Matahari tidak bertengkar lagi. Doa tersebut terdengar oleh Bulan dan Matahari. Mereka pun sadar bahwa mereka diciptakan untuk memberikan kebahagiaan kepada manusia.

“Matahari, manusia semakin menderita karena ulah kita. Aku minta maaf. ya” kata Bulan.

“Betul Bulan. Aku juga minta maaf. Sebaiknya kita berbagi tugas. Aku muncul setengah hari, kamu juga muncul setengah hari.” kata Matahari.

“Baiklah Matahari, aku setuju.” Bulan mengiyakan usul Matahari.

Akhirnya, Matahari dan Bulan berbaikan. Mereka muncul secara teratur dan bergantian. Manusia tidak lagi menderita. Mereka sekarang bisa mengatur waktu untuk bekerja dan beristirahat. Manusia lalu memberi nama siang untuk waktu terang dan malam sebagai waktu gelap di bumi.

 
Suatu hari Si Kancil, binatang yang katanya cerdik itu, sedang berjalan-jalan di pinggir hutan. Dia hanya ingin mencari udara segar, melihat matahari yang cerah bersinar. Di dalam hutan terlalu gelap, karena pohon-pohon sangat lebat dan tajuknya menutupi lantai hutan. Dia ingin berjemur di bawah terik matahari.
Di situ ada sungai besar yang airnya dalam sekali. Setelah sekian lama berjemur, Si Kancil merasa bahwa ada yang berbunyi di perutnya,..krucuk…krucuk…krucuk. Wah, rupanya perutnya sudah lapar. Dia membayangkan betapa enaknya kalau ada makanan kesukaannya, ketimun. Namun kebun ketimun ada di seberang sungai, bagaimana cara menyeberanginya ya? Dia berfikir sejenak.
Tiba-tiba dia meloncat kegirangan, dan berteriak: “Buaya….buaya…. ayo keluar….. Aku punya makanan untukmu…!!” Begitu Kancil berteriak kepada buaya-buaya yang banyak tinggal di sugai yang dalam itu.
Sekali lagi Kancil berteriak, “Buaya…buaya… ayo keluar… mau daging segar nggak?”

            Tak lama kemudian, seekor buaya muncul dari dalam air, “Huaahhh… siapa yang teriak-teriak siang-siang begini.. mengganggu tidurku saja.” “Hei Kancil, diam kau.. kalau tidak aku makan nanti kamu.” Kata buaya kedua yang juga muncul.
“Wah…. bagus kalian mau keluar, mana yang lain?” kata Kancil kemudian. “Kalau cuma dua ekor masih sisa banyak nanti makanan ini. Ayo keluar semuaaa…!” Kancil berteriak lagi.
“Ada apa Kancil sebenarnya, ayo cepat katakan,” kata buaya.
“Begini, maaf kalau aku mengganggu tidurmu, tapi aku akan bagi-bagi daging segar buat buaya-buaya di sungai ini,” makanya harus keluar semua.

            Mendengar bahwa mereka akan dibagikan daging segar, buaya-buaya itu segera memanggil teman-temannya untuk keluar semua. “Hei, teman-teman semua, mau makan gratis nggak? Ayo kita keluaaaar….!” buaya pemimpin berteriak memberikan komando. Tak berapa lama, bermunculanlah buaya-buaya dari dalam air.
“Nah, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya yang datang, ayo kalian para buaya pada baris berjajar hingga ke tepi sungai di sebelah sana,” “Nanti aku akan menghitung satu persatu.”

            Tanpa berpikir panjang, buaya-buaya itu segera mengambil posisi, berbaris berjajar dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya, sehingga membentuk seperti jembatan.
“Oke, sekarang aku akan mulai menghitung,” kata Kancil yang segera melompat ke punggung buaya pertama, sambil berteriak, “Satu….. dua….. tiga…..” begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya. Hingga akhirnya dia sampai di seberang sungai. Hatinya tertawa, “Mudah sekali ternyata.”

            Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, “Hai buaya bodoh, sebetulnya tidak ada daging segar yang akan aku bagikan. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak membawa sepotong daging pun?” “Sebenarnya aku hanya ingin menyeberang sungai ini, dan aku butuh jembatan untuk lewat. Kalau begitu saya ucapkan terima kasih pada kalian, dan mohon maaf kalau aku mengerjai kalian,” kata Kancil.
“Ha!….huaahh… sialan… Kancil nakal, ternyata kita cuma dibohongi. Awas kamu ya.. kalau ketemu lagi saya makan kamu,” kata buaya-buaya itu geram.
Lalu si Kancil segera berlari menghilang di balik pohon, menuju kebun Pak Tani untuk mencari ketimun yang dia inginkan.

 

 

 





 
Awal masuk sekolah pasti ada MOS yaitu Masa Orientasi Siswa. Aku menginjak ke SMP, bersama teman-teman SD ku dulu aku berkumpul dan membicarakan tentang MOS. “Gadis…,” begitu teman-teman memanggilku. “teman-teman,” kataku menghampiri mereka. “kamu gugus mana?” tanya Vhe, temanku. “ini aku cari-cari namaku gak ketemu-ketemu,” kataku mengusap keringat yang membasahi wajahku. “ya udah kita cari sama-sama yuk,” ajak Ze, temenku. Kami bertiga mencari namaku yang semenjak tadi tak ketemu-ketemu. “Gadis, sini deh,” kata Ze memanggilku. “ada namaku?” tanyaku penasaran. “ini nih kita satu gugus, Gadis Grittenatha Gladia, Zeazahra Modhyantias, Vhealovin Jhuastian,” kata Ze membaca nama kita bertiga. “wah, hebat kau Ze. Dari tadi aku cari-cari gak ketemu,” kataku memuji Ze. “ya udah kita masuk yuk,” ajak Vhe.

Hari pertama MOS itu sangat membosankan bagiku. Apa lagi harus berpanas-panasan untuk upacara pembukaan MOS. Banyak korban pingsan di lapangan sekolah itu. Tenggorokanku mulai kering dan sungguh membuat kepalaku menjadi pusing. Tak lama, aku merasa sudah tak berdaya dan jatuh pingsan. Tak lama aku membuka kedua mataku dan ternyata aku berada di UKS sekolah. Bersama anggota PMR yang menjadi kakak kelasku waktu itu. Aku masih lemas untuk beranjak dari tempat tidur. Dua sahabatku datang menjengukku. Dan aku di tuntutnya untuk berjalan menuju kelas.

Sampai di kelas aku menerima materi awal-awal perkenalan. Kutatap wajah seorang cowok yang berada di seberang mejaku saat itu. Sebelum materi di mulai, absensi siswa MOS saat itu di percepat. Berpasang-pasangan. Dan tak kusangka namaku dipanggil dan cowok yang berada di sampingku tadi juga maju dan ternyata dia bernama Arezaldhi Birasanjaya. Setelah tanda tangan kehadiran, kami kembali ke tempat duduk semula.

Materi pembelajaran untuk jam pertama sudah usai saatnya istirahat. Aku, Vhe, dan Ze menyergap kantin sekolah dan berdesak-desakan. Dan kulihat lagi cowok yang mempunyai nama Arezaldhi Birasanjaya sedang asyiknya ngobrol dengan teman barunya di depan kelas. Sepertinya aku merasakan yang namanya cinta pada pandangan pertama. Sudah 15 menit waktu untuk istirahat. Waktunya masuk kembali untuk bermain dan belajar.

MOS sudah berjalan tiga hari. Hari ini adalah hari terakhir MOS. Dengan aturan hari ini, aku memakai kaos kaki berbeda warna, dengan rambut yang di kucir sangat banyak seperti orang gila. Semua murid MOS mengikuti upacara penutupan MOS. Hari yang panas. Terasa seperti di panggang. Banyak korban pingsan di lapangan itu. Akhirnya upacara penutupan MOS dipercepat.

***

Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah. Bisa bertemu banyak teman baru. Mereka semua baik kepadaku. Saat aku berkenalan dengan salah satu temanku yang bernama Algea Radista, mataku teralihkan oleh satu sosok yang mungkin pernah aku kenal. Saat ku tatap pekat wajahnya ternyata dialah Arezaldhi Birasanjaya. “Dia kan,” gumamku dalam hati. “halo?Kenapa melongo gitu Dis?” tanya Gea sambil melambai-lambaikan tanganya di depan wajahku. “emm,” aku tersentak olehnya. “kenapa?” tanya Gea penasaran. “oh, ga… gak pa… papa,” kataku gagap. Gea memandangiku dengan wajah bingung. Seperti otaknya penuh dengan tanda tanya. “Gadis…,” sapa Ze dan Vhe. “ehh kalian,” kataku memandang Ve dan Zhe. Vhe dan Ze tersenyum manis kepada Gea. “ini Gea,” kataku memperkenalkan. “aku Vhe,” kata Vhe memperkenalkan dirinya. “aku Ze,” kata Ze juga memperkenalkan dirinya. “so beautiful,” kata Vhe memuji kecantikan Gea. “thank you very much,” kata Gea menjawab pujian Vhe dengan malu.

Aku, Vhe, Ze, dan Gea sudah berteman sangat lama. Sudah lima bulan aku masuk di kelas 7 C. Bersama-sama dengan ketiga sahabatku itu. Tiba-tiba perbincanganku tersentak oleh sosok cowok yang memasuki kelasku. Dia…… Dia…… “Dis, kenapa melongo?” gertak Ze. “eemm, eh, eng… enggak papa,” kataku gugup. “kenapa sih?” tanya Gea. “iya, pelit banget gak mau ngasih tau,” tanya Vhe semakin mendesak. Mereka bertiga melihatku memandangi Arezaldhi sejak tadi. “oo, itu toh yang buat kamu melongo,” ucap Gea menggentakkan jantungku. “siapa, mana?” kataku bertanya-tanya dengan ragu. “itu tuh,” kata Gea menyenggol lenganku dan melirik Arezaldhi. “apaan?”. “sok gak tau nih,” gertak Gea lagi. Aku semakin salah tingkah dibuatnya. Sosok cowok itu pun pergi meninggalkan kelasku. “siapa emangnya?” tanya Vhe dan Ze bersamaan. “Arezaldhi,” kata Gea. “kamu suka ya Dis?” tanya Ze ingin tau. “sok tau kamu Ge,” kataku. “uhuui, jatoh ci’inta agi,” ledek Ze. “apaan sih kalian?” kataku meninggalkan mereka bertiga yang semakin meledekku.

Suatu hari acara ulang tahun sekolahku. Setiap kelas harus menampilkan minimal satu pementasan. Semua teman kelasku memilihku untuk menyanyi solo. Tapi aku seorang remaja yang demam panggung. Dan aku pun ditemani oleh Gea yang suaranya lumayan bagus walaupun nggak sebagus suaraku… hehehe J. Malam ulang tahun itu tiba yang memang bertepatan dengan hari ulang tahunku. “grogi aku Ge,” kataku sambil gemeteran. “enjoy saja Dis,” kata Gea memberiku semangat. “aku bener-bener demam panggung,” kataku dengan keringat dingin. “nanti ada Reza kan yang ngeliat?” ejek Gea. “jadi nama panggilanya Reza,” kataku sedikit tersenyum. “iya.” Hari yang membuatku di selimuti oleh kegerogian yang luar biasa. Karena aku dan Gea akan mewakili kelasku untuk memberikan penampilan yang terbaik.

Acara itu pun dimulai. Dimulai dari kelas 9 lalu dilanjutkan kelas 8 lalu menuju kelas 7. Penampilan yang begitu spektakuler telah ditampilkan dengan penuh semangat. Beribu-ribu tepuk tangan mengiri suasana tersebut. Tiba giliran kelas 7 C yang menampilkan aktrasinya. Jantungku semakin berdebar dengan kencang. Keringat bercucuran ke seluruh badan. Dengan genggaman erat tangan Gea aku dengan gugupnya menaiki panggung dan mengecek mikrofon. Tepuk tangan pun mulai terdengar. Seolah aku tak bisa membayangkan diriku nanti. Dentuman musik R&B mulai terdengar. Dalam hitungan detik syair lagu akan mulai dinyanyikan. Gea dengan semangat dan PD-nya menari-nari happy, sedangkan aku … ????

Keringat bercucuran dari tubuhku. Keringat dingin menyelimuti seluruh tubuhku. Dengan perasaan yang tak karuan aku mulai melantunkan lagu kesukaanku itu. Siswa-siswa bertepuk tangan lama kelamaan aku merasa semakin enjoy. Saat aku menyanyi, aku melihat Reza tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumanya yang tak kalah manis hehe J. Lagu itu pun usai ku nyanyikan. Pertunjukan kurang dua kelas lagi. Ada yang dans, drama, nyanyi, pelawak, sampai dengan band.

Hari itu hari yang menyenangkan bagiku. Melihat ia tersenyum kepadaku membuatku semakin bersemangat. “Gadis,” sapa Ze. “Eh, Ze. Yang lain kemana?” kataku balik tanya. “tuh,” kata Ze menunjuk Vhe dan Gea. Vhe dan Gea melambaikan tanganya kepadaku dan Ze. Tiba-tiba Ze menarik tanganku meninggalkan tempat itu. “Gadis, Ze. Mau kemana?” tanya Gea. “bentar aja,” teriak Ze dari kejauhan. Gea mengajakku ke tempat yang sepi, dan Ze tampak serius memandangku. “apa kamu bener suka Reza?” tanya Ze menatap kedua mataku. Aku tidak tau harus berkata apa. Semua kebingunan merasuki otakku. Aku terdiam mematung. “iya,” kataku lirih.

“aku punya informasi tentang si Reza itu,” ungkap Ze. “info apa?” tanyaku kebingungan. “dia sudah mempunyai pacar,” kata Ze berbisik kepadaku. “kamu tau dari siapa?” tanyaku sedih. “kamu tau Viona Adelima kan?” kata Ze menguatkan. “ya.” “dialah pacarnya,” kata Ze. Aku sedikit ragu dan meneteskan air mata. “kenapa aku mencintai orang yang salah selama ini?” kataku menambah tangisanku. Isak tangisku terdengar oleh Vhe dan Gea. “kenapa dia?” tanya Vhe dan Gea. “kamu tidak salah mencintai dia tetapi kamu hanya belum beruntung mendapatkanya,” hibur Ze. Ze berbisik kepada Gea dan Vhe atas semua ini. “sudahlah Dis, kenapa harus menangis karena cinta?” hibur Gea. “iya, dia bukan sosok yang baik untuk kamu. Banyak cowok yang mau sama kamu di luar sana. Bahkan lebih baik dari Reza,” ungkap Vhe memberi semangat. Aku terharu dengan semuanya. Aku memeluk erat tubuh ketiga sahabatku itu dengan penuh keikhlasan dan aku tau dia bukanlah untukku.

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    January 2013

    Categories

    All